SENGKETA PWI, APA TIDAK MUNGKIN DISELESAIKAN KARENA ADA DUGAAN UNSUR "KORUPSI" ?


SENGKETA PWI, APA TIDAK MUNGKIN DISELESAIKAN KARENA ADA DUGAAN UNSUR "KORUPSI" ?

Kemelut di tubuh PWI Pusat masih terus berlanjut. Sejumlah pengurus PWI sedang mempertimbangkan untuk melaporkan mantan Ketua Umum PWI Hendri Ch Bangun dan kawan-kawan ke KPK dan Polri. Dugaannya, melakukan praktik korupsi uang negara.

“Organisasi pers yang harusnya melakukan kontrol, pengawasan terhadap kepentingan umum, eh kok malah terlibat dalam dugaan korupsi korupsi,” kata Penggagas dan Perumus Utama Kode Perilaku Wartawan (KPW) Wina Armada Sukardi, di Jakarta, Selasa,  6 Agustus 2024.
Wina menjelaskan, KPW sudah dengan tegas menyebut, salah satu perbuatan tercela bagi wartawan anggota PWI adalah korupsi uang organisasi dan keuangan negara. Kemelut yang terjadi di PWI kali ini berawal dari dugaan korupsi keuangan organisasi dan uang negara di pengurusan PWI yang baru seumur jagung itu. 

Menurut Wina, dana bantuan dari Forum Humas BUMN senilai Rp6 miliar yang masuk ke kas PWI, sudah sempat dikeluarkan Rp1,771 miliar untuk cashback dan fee untuk orang dalam di PWI (Hendry Bangun dkk). 

Perinciannya, sebagai berikut. Untuk cashback ke BUMN sebesar Rp1.080 miliar dan Rp691 juta untuk orang dalam PWI. Cashback untuk pihak BUMN dibuat tanda terimanya tanggal 29 Desember 2023. Dalam kuitansi jelas tertera “Untuk pembayaran cashback UKW PWI-BUMN.” 

Oleh karena itu, lanjut Wina, dalam pandangan hukumnya, bukti ini tidak dapat disangkal lagi, semula uang itu digelontorkan atas nama cashback , dan bukan lainnya. “Jika belakangan diubah oleh Hendry dengan istilah lain, itu untuk menutupi penyelewengan dan semata-mata menyamarkan bukti yang ada.” 

Kata Wina, tanda terima cashback itu juga dilengkapi dengan tanda tangan. “Padahal pihak Forum Humas BUMN dengan tegas membantah telah mengatur keharusan adanya cashback , apalagi sampai menerima cashback ,” ungkap Wina. 

Audit yang dilakukan di Forum Humas BUMN memang terbukti tidak ada pengeluaran dan penerimaan cashback sebagaimana dimaksud dalam dokumen tanda terima karangan Hendry Bangun Cs. 

Wina menjelaskan, ada dua hal mendasar terhadap fakta ini. Pertama, semua uang Rp1.080 miliar yang sudah sempat keluar dari kas PWI, perlu berdiskusi keluar kemana, karena Forum Humas BUMN membantah telah menerima uang terebut. 

“Dari sini saja sudah terang benderang, dugaan dugaannya sudah terpenuhi,” tandas Wina.
Wina mengatakan, dirinya dalam kasus ini sengaja memilih istilah “korupsi” karena saat ini, dari praktik tata kelola keuangan negara, semua aset, kekayaan, dan keuangan BUMN dimasukan sebagai keuangan negara

“Pada bagian ini dapat diartikan, korupsi terhadap keuangan BUMN sama dengan korupsi terhadap keuangan negara,” terangnya.

Hal kedua, aliran dana yang sudah sempat keluar dari kas PWI dan ada tanda terimanya yang seolah-olah dari Forum Humas BUMN, menimbulkan dugaaan ada pemalsuan tanda tangan pihak Forum Humas BUMN . “Ini sudah telak menambah unsur pidana,” tegas Wina.

Di mata Wina, unsur pidana semakin jelas, setelah Dewan Kehormatan PWI dalam keputusannya memerintahkan agar uang cashback itu dikembalikan, dan kemudian pengurus PWI mengembalikan uang tersebut, lengkap dengan bukti pengembaliannya di formulir bank. 

Ternyata pengembalian uang memang bukan dari Forum Humas BUMN melainkan dari pengurus PWI sendiri dalam hal ini mantan Sekjen PWI, Sayyid Iskandar. “Dengan begitu benderang sudah terang kemana aliran dana yang sempat melayang hilang,” ujar Wina.

Pakar hukum dan etika pers itu mengingatkan, pengembalian uang dalam kasus dugaan korupsi tidaklah menghilangkan unsur tindak pidana korupsinya sendiri. Paling-paling, katanya, hanya dapat dipakai untuk mengurangi pertimbangan hukuman. 

Wina menampik dugaan korupsi ini hanya dilakukan oleh satu oknum pengurus PWI saja, karena menurut Wina dugaan korupsi ini harus dianggap dilakukan oleh pengurus harian tertinggi PWI dan beberapa jajaran intinya, karena yang bersangkutan telah menyetujui semua tindakan tersebut. Apalagi Hendry Bangun selalu menyatakan dirinyalah yang bertanggung jawab.

Disinggung soal pemberhentiannya sebagai Sekretaris Dewan Penasehat oleh Hendri Ch Bangun, Wina mengaku sama sekali tidak mengubrisnya, dan pembentian itu sama sekali tidak memberikan dampak apapun. 

Wina juga menyindir, “Bagaimana mungkin orang yang sudah dipecat dari keanggotaan PWI, dan kartunya sudah dicabut oleh Pengurus Provinsi Jakarta, serta diduga ikut dalam kasus korupsi uang negara, masih mau dan berani mengatakan memberhentikan pengurus yang resmi dan sah. Tidak masuk logika!” tegas Wina.
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) adalah organisasi wartawan pertama di Indonesia. PWI berdiri pada 9 Februari 1946 di Surakarta. Tanggal tersebut juga disebut sebagai Hari Pers Nasional. Dengan lahirnya PWI, wartawan Indonesia menjadi tangguh untuk tampil sebagai ujung tombak perjuangan Indonesia dalam menentang kembalinya kolonialisme dan negara lain yang ingin meruntuhkan RI. Organisasi PWI lahir mendahului SPS (Serikat Penerbit Suratkabar). Aspirasi perjuangan kewartawanan Indonesia yang melahirkan PWI juga yang melahirkan SPS, empat bulan kemudian yakni pada Juni 1946.

PWI menjadi wadah para wartawan untuk memperjuangkan bangsa lewat tulisan. Sejauh ini, sebagaimana para jurnalis Indonesia di masa penggalangan kesadaran bangsa, para wartawan dari generasi 1945 yang masih aktif tetap menjalankan profesinya dengan semangat mengutamakan perjuangan bangsa, kendati ada kendala menghadang kiprahnya. PWI sendiri mempunyai keanggotaan yang berasal dari seluruh Indonesia.

  

Postingan populer dari blog ini

Sepenggal Perjalanan Hidup

Hari Ini 23 Juli 2024, 79 Tahun Ibu Sasmiyarsi Sasmoyo (Ibu Mimis Aristides Katoppo)