Ibnu Sutowo dan Pontjo Sutowo yang Saya Kenal

Ibnu Sutowo dan Pontjo Sutowo yang Saya Kenal

Oleh Dasman Djamaluddin,S.H.,M.Hum

(Penulis buku biografi, Wartawan dan Sejarawan)

https://g.co/kgs/Lj7KAZ


Keluarga besar Ibnu Sutowo  menjadi bahan perbincangan karena nama keluarga itu melalui salah seorang putreranya, Pontjo Sutowo, yang belakangan semakin santer terdengar karena kasus Hotel Sultan.

Sengketa Hak Guna Bangunan-Hak Pengelolaan kawasan Gelora Bung Karno (GBK) tempat berdirinya hotel sultan kian memanas. Pihak Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) melakukan pengecoran beton secara permanen untuk menutup akses menuju Hotel Sultan.

Dari informasi yang dihimpun, pengecoran dilakukan pada dini hari dan menutup setidaknya 3 gerbang meliputi Gate 1, 2 dan 3 kawasan GBK yang menjadi akses langsung menuju Hotel Sultan.

H. Pontjo Sutowo yang lahir 17 Agustus 1950 itu adalah Direktur Utama dari PT Indobuildco yang mengelola Hotel Sultan. Sudah tentu namanya tidak bisa dilepaskan dari nama ayahnya Ibnu Sutowo.

Pontjo Sutowo, putra dari Ibnu Sutowo, tokoh militer yang menjabat Direktur Utama Pertamina di era Orde Baru.
Sebelumnya diberitakan oleh Kompas.com, 4 Maret 2023, keluarganya memang sejak awal memiliki bisnis perhotelan.

Ayah Pontjo Sutowo bernama lengkap Letnan Jenderal TNI dr. H. Ibnu Sutowo, D.Sc. Ia  mantan tokoh militer Indonesia dan tokoh yang mengembangkan Pertamina, perusahaan minyak negara dan pernah menjabat sebagai Menteri ESDM. Lahir 23 September 1914, di Yogyakarta dan meninggal pada  12 Januari 2001, di Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta. Anaknya selain Pontjo Sutowo, adalah Adiguna Sutowo dan Endang Utari Mokodompit.

Dikutip dari "Kompas.com," 4 Maret 2023, keluarga Ibnu Sutowo memang sejak awal memiliki bisnis perhotelan. Setelah ayahnya meninggal dunia, Pontjo Sutowo bersama saudaranya, Adiguna Sutowo mengelola beberapa hotel mewah, seperti Bali Hilton, Lagoon Tower Hilton, dan Hotel Sultan yang dulunya bernama Hotel Hilton.

Lantas, seperti apa profil bangunan Hotel Sultan yang diklaim menjadi aset negara itu?
 
 _Sejarah Hotel Sultan_ 
Menurut "Antara," sebelum 2006, hotel ini merupakan Hotel Hilton.

Namun, selepas kontrak dengan jaringan Hilton International, pengelola hotel menyulapnya menjadi hotel mewah dengan nuansa budaya Jawa.

Hotel ini memadukan nuansa klasih modern yang megah. Kamar tamu dan suite hadir dengan jumlah lebih dari 700 unit.

Pontjo Sutoeo sebelum terjun di bidang  Perhotelan dan Pariwisata, bekerja di galangan kapal PT Adiguna Shipyard sekitar tahun 1980. Ia kemudian terjun ke usaha perhotelan. Dimulai dari Hotel Hilton (sekarang Hotel Sultan) yang sudah ada sejak tahun 1976. Karena operasi Hotel Hilton kemudian sedikit ada masalah, pada tahun 1982 ia lalu take over seluruh pelaksanaan manajemennya.

Selain bekerja di bidang perhotelan, Pontjo Sutowo juga sekaligus aktif di bidang pariwisata, sehingga banyak bergaul dengan masyarakat pariwisata. Bahkan pada tahun 1986, ia terpilih menjadi salah satu Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia dan tahun 1989 menjadi ketua umumnya sampai tahun 2001. Jika bekerja di galangan kapal karena kemauan sendiri, masuk dunia pariwisata adalah kemauan ayahnya yang juga menggemari bidang pariwisata.

Masih di bidang pariwisata, Pontjo juga pernah menjadi Ketua Bidang Jasa Pariwisata Indonesia tahun 1994–2002. Tahun 2001, ia terpilih sebagai Ketua Umum Badan Pimpinan Nasional Masyarakat Pariwisata Indonesia. Pernah pula ia menjadi anggota Organisasi Pariwisata Dunia (World Tourism Organization). Lalu, ia juga pernah dipercaya sebagai Presiden ASEAN Tourism Association (ASEANTA), anggota Pacific Asia Travel Association, Co-Chairman Australia Indonesia Development Area, Ketua Umum Bidang Pariwisata Kamar Dagang dan Industri Indonesia, serta anggota Dewan Komisaris Garuda Indonesia (1999–2003).

Berbagai pemikiran dan pengalamannya di bidang pariwisata, yang ia sampaikan dalam berbagai seminar dan diskusi dengan berbagai kalangan, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat umum, sebagian telah dibukukan. Di antaranya adalah: "Pariwisata dan Indonesia yang Dicita-citakan, " Bangun Pariwisata Indonesia, " Pariwisata Bukan Sekedar Angka, dan "Pariwisata sebagai Domain Ekonomi."

 _Mengenal Pontjo Sutowo Melalui Ahmad Zacky Siradj_

Hubungan saya dengan Pontjo Sutowo tidak terlalu dekat. Saya hanya mengenal dekat orang kepercayaan Pontjo, melalui Ahmad Zacky Siradj. Melalui dirinya, saya lebih mengenal Pontjo Sutowo.

Hubungan saya dengan Ahmad Zacky Siradj sudah berlangsung lama, yaitu sejak saya kuliah di Fakultas Ilmu-Ilmu Hukum, Ekonomi dan Sosial (FIHES), jurusan Hukum, sekarang Fakultas Hukum, Universitas Negeri Cenderawasih, Abepura, Papua. Pada saat itulah saya bertemu pertama kali dengan Pengurus Besar HMI di Jayapura. 

Saya waktu itu sebagai pengurus HMI Cabang Jayapura, juga Ketua Umum Lembaga Hukum (LHMI) HMI Cabang Jayapura. Sejak itu silaturahmi tetap berjalan hingga hari ini.

Bagaimana hubungan saya dengan Ibnu Sutowo, ayah Ponco Sutowo?

Ya, pada tahun 1991, saya menghubungi Ibnu Sutowo dalam rangka menjadi nara sumber penulisan buku Tokoh Pers Burhanudin Mohammad (B.M) Diah.

Ibnu Sutowo setuju menulis naskah dan kemudian diterbitkan di halaman 339-340 buku yang saya tulis: "Butir-Butir Padi B.M.Diah" (Tokoh Sejarah yang Menghayati Zaman)/Jakarta: Pustaka Merdeka, 1992.
Di dalam buku itu, Ibnu Sutowo menceritakan dua kali perjalanannya dengan Menteri Penerangan RI B.M.Diah. Pertama, ketika dirinya mengadakan peralanan ke wilayah Aceh yang berkaitan dengan tugasnya selaku Direktur Utama Pertamina (Pertamina berasal dari penggabungan dua perusahaan sebelumnya, yaitu Pertamin dengan Permina, yaitu sejak semula dipimpin Ibnu Sutowo). Diceritakan, perjalanan ke Aceh tidak semudah sekarang, karena kadang-kadang diselang selingi petualangan menarik.

Selanjutnya Ibnu Sutowo melanjutkan lagi tulisannya, ketika meninjau ke wilayah Aceh Timur, rombongan menggunakan pesawat kecil yang bisa digunakan mendarat di pantai bila air sedang surut. Hal yang berkesan saat itu, tulis Ibnu Sutowo, ialah ketika akan mendarat. Tiba-tiba pesawat terbang kembali mengudara, karena ternyata air sedang pasang, pantai terendam, sehingga tidak bisa mendarat.

Kedua, mengadakan perjalanan di sekitar Karawang. Dalam hal ini, Ibnu Sutowo menarik kesimpulan, meskipin B.M.Diah terlibat dalam penerangan teknis dan juga di bidang politik, tetapi madih menaruh minat ke masalah-masalah yang berkaitan dengan minyak bumi.

 _Ibnu Sutowo di Palembang_

Target Kunjungan Wisatawan di Palembang Naik pada 2022. Bermula dari sini, nama Ibnu Sutowo kemudian ikut mencuat. Ibnu Sutowo merupakan kakek Mualana Indraguna Sutowo, suami Dian Sastro. Maulana Indraguna merupakan anak dari bos MRA Group, Adiguna Sutowo yang telah meninggal dunia pada April 2021 silam.

Ibnu Sutowo bukanlah nama asing di Indonesia. Dia orang penting di era Presiden Soekarno dan Soeharto. Selain tokoh militer, Ibnu Sutowo juga tokoh yang mengembangkan perusahaan perminyakan.

Ibnu Sutowi menjadi dokter di Rumah Sakit Plaju, Sungai Gerong, Palembang (31 Agustus 1940-16 September 1945). Kemudian Kepala Rumah Sakit Plaju, Sungai Gerong, Palembang (16 September 1945-16 Desember 1945). Akhirnya menjadi Kepala Rumah Sakit Umum Palembang (16 Desember 1945-1947).

Selanjutnya, Ibnu Sutowo bergabung dengan TRI Darat kemudian menjadi TNI Angkatan Darat (5 Desember 1946). Ia menjadi Kepala Jawatan Kesehatan Tentara Divisi II / Garuda kemudian pada tahun 1948 berganti nama menjadi  Sub Komandemen Sumatera Selatan serta pada tahun 1950 berganti nama menjadi Tentara Teritorium II/Sriwijaya (5 Desember 1946-16 Juni 1951). 

Tahun 1948 menjadi Kepala Staf Sub Komandemen Sumatera Selatan (18 Februari 1948-9 Juni 1949) dan Kepala Staf Daerah Militer Istimewa Sumatera Selatan (9 Juni 1949-9 Desember 1949). Juga menjadi Kepala Staf Tentara Teritorium II / Sriwijaya (9 Desember 1949-11 Juni 1955),  Kepala DKAD Teritorium II merangkap Kepala DKAD Teritorium I (17 Juni 1951-11 Juni 1955),  Panglima Tentara Teritorium II / Sriwijaya (11 Juni 1955-2 Juli 1956). 

Di Jakarta, Ibnu Sutowo menjabat berturut-turut, Asisten IV Kepala Staf Angkatan Darat (2 Juli 1956-25 Agustus 1958), Deputi II Bidang Operasi Kepala Staf Angkatan Darat merangkap Deputi Pelaksana Perang Pusat (29 Desember 1956-Juli 1959). Akhirnya menjadi Direktur Utama PT Permina (10 Desember 1957-9 Oktober 1968) dan Inspektur Teritorial & Perlawanan Rakyat Markas Besar Angkatan Darat (25 Agustus 1958-Juli 1959). 

Menjadi Kepala Jawatan Minyak Gas & Bumi kemudian menjadi Biro Minyak Gas & Bumi Departemen Perindustrian Dasar & Pertambangan (18 Oktober 1960-13 November 1963). Selanjutnya, Kepala Direktorat Minyak Gas & Bumi pada Pembantu Menteri Perindustrian Dasar & Pertambangan, Bidang Pertambangan dan Urusan Perusahaan Tambang Negara (13 November 1963-27 Agustus 1964), Gubernur Indonesia untuk Organization of the Petroleum Exporting Countries/Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) (1965), Menteri Urusan Minyak Gas dan Bumi pada Kabinet Dwikora II dan Dwikora III (21 Februari 1966-25 Juli 1966), Direktur Jenderal Minyak Gas & Bumi di Departemen Pertambangan pada Kabinet Ampera I, Kabinet Ampera II serta Kabinet Pembangunan I merangkap Penasihat Presiden R.I Bidang Industri / Pembangunan (25 Juli 1966-6 Juni 1968). 

Di tahun 1968, Ibnu Sutowo menjadi Direktur Utama PT Pertamina (9 Oktober 1968-3 Maret 1976), Ketua Otorita Batam dan Pensiun (1976) 

Bagaimana jenjang kepangkatannya di bidang militer?

1. Mayor (5 Desember 1946-21 Februari 1947).

2. Letnan Kolonel (21 Februari 1947-18 Februari 1948). 

3. Mayor (18 Februari 1948-9 Desember 1949), diturunkan pangkat karena adanya kebijakan Re-Ra (Reorganisasi dan Rasionalisasi) dalam TNI. 

4. Letnan Kolonel (9 Desember 1949-29 Desember 1956). 

5. Kolonel (29 Desember 1956-18 Oktober 1960). 

6. Brigadir Jenderal (18 Oktober 1960-1964). 

7. Mayor Jenderal (1964-1 November 1969). 

8. Letnan Jenderal (1 November 1969-Maret 1976). 

9. Pensiun (1976)

Postingan populer dari blog ini

Sepenggal Perjalanan Hidup

Mengenang Tritura ke-58, Bomer Pasaribu, Akbar Tanjung dan Golkar