Hari Ini 23 Juli 2024, 79 Tahun Ibu Sasmiyarsi Sasmoyo (Ibu Mimis Aristides Katoppo)




Hari Ini 23 Juli 2024, 79 Tahun Ibu Sasmiyarsi Sasmoyo (Ibu Mimis Aristides Katoppo)
Saya sebelumnya sudah mengucapkan Selamat Ulang Tahun ke-79 kepada Ibu Mimis Aristides Katoppo. Hari ini, 23 Juli 2024, saya mengucapkan sekali lagi Selamat Ulang Tahun, karena hari ini tepat  kelahirannya ke-79, 23 Juli 1945 lalu.

Sebelumnya ketika mengucapkan Hari Ulang Tahun ke-79, saya baru saja menghadiri sebuah acara tanggal 17 Juli 2024, hari Rabu,  di rumah Ibu Mimis,  Jln.Melati 75B Ragunan. Di sana penuh sahabat Ibu Mimis,  termasuk saya. Bu Mimis, panggilan akrabnya, di mana nama lengkapnya Ibu Sasmiyarsi Sasmoyo (Ibu Mimis Aristides Katoppo), telah measak Bubur Suro, bertepatan dengan 10 Muharam dalam rangka memperingati  wafatnya cucu Rasulullah Hassan dan Hussein yang oleh masyarakat, hari itu adalah lebarannya anak Yatim Piatu. Bu Mimis telah melaksanakannya dipagi hari.

Mungkin di antara kita muncul pertanyaan, bukankah Bu Mimis seorang Kristen, di mana sang suami seorang Kristen. "Saya seorang Islam lho, ujarnya singkat. Ya, barulah kita paham, bahwa Ibu Mimis seorang penganut agama Islam dan wajarlah, kalau ia memperingati hari syahidnya putra sahabat Nabi Muhammad SAW, yaitu Ali (Hasan dan Husein).

Ini WA nya kepada saya: "Thx pak Dasman..
Ultah tidak bikin apa2..
Kebetulan pagi2 sdh ada undangan BJ Habibie memorial lecture di Perpusnas.
Jam 15.00 sd 17.00 mengajar via zoom untuk Summer Program INSEAD Singapore..yg di relay ke Foyntainebleu, Perancis.
Malam ingin istirahat.
Dan juga,bagi kami mady.Jawa terutama kel.Pakubuwanan...taboo bila selama bln Muharam atau Suro kita bikin pesta.Juga selama sebulan tidak ada pesta pernikahan Dilarang...karena kami berduka atas tewasnya Hassan Hussein cucu Rasulullah saw."
Umat Muslim Syiah di Irak memang  merayakan peringatan Asyura besar-besaran pada 10 Muharram. Perayaan Asyura di Irak diramaikan dengan festival di Kota Karbala.
Saya mengutip dari Tirto.id. Kenapa 10 Muharram Disebut Lebaran Anak Yatim atau Idul Yatama?

10 Muharam atau hari Asyura disebut sebagai lebarannya anak yatim. Lantas, kenapa 10 Muharram disebut Lebaran Anak Yatim? 

Ini adalah kontributor Aisyah Yuri Oktavania.
Terbit 8 Jul 202.

Muharram adalah bulan yang diistimewakan dalam Islam karena termasuk salah satu dari empat bulan haram. Keistimewaan bulan Muharram di antaranya termasuk ada Idul Yatama.

Dalam kitab Tanbihul Ghafilin bi-Ahaditsi Sayyidil Anbiyaa-I wal Mursalin disebutkan, Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أَعْطَاهُ اللَّهُ تَعَالَى ثَوَابَ عَشْرَةِ آلافِ مَلَكٍ ، وَمَنْ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ مِنَ الْمُحَرَّمِ أُعْطِيَ ثَوَابَ عَشْرَةِ آلَافِ حَاجٍّ وَمُعْتَمِرٍ وَعَشْرَةِ آلافِ شَهِيدٍ ، وَمَنْ مَسَحَ يَدَهُ عَلَى رَأْسِ يَتِيمٍ يَوْمَ عَاشُورَاءَ رَفَعَ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ بِكُلِّ شَعْرَةٍ دَرَجَةً

Artinya: “Barangsiapa berpuasa pada hari Asyura (tanggal 10) Muharram, niscaya Allah akan memberikan seribu pahala malaikat dan pahala 10.000 pahala syuhada. Dan barangsiapa mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura, niscaya Allah mengangkat derajatnya pada setiap rambut yang diusapnya”

10 Muharam disebut sebagai Lebaran Anak Yatim karena pada hari itu banyak orang berbondong-bondong menunjukkan kasih sayang kepada anak-anak yatim. Pada 10 Muharam, anak yatim mendapat kebaikan dari orang-orang sebagaimana yang digambarkan Rasulullah dalam hadis di atas.

Adapun yang disebut sebagai mengusap kepala anak yatim, secara kinayah diartikan sebagai perilaku yang menunjukkan kasih sayang dan sikap lemah lembut kepada anak yatim. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan memberi santunan dalam wujud sandang, pangan, papan hingga pendidikan.

Dalam riwayat lain juga disebutkan bahwa Rasulullah merupakan sosok penyayang anak yatim. Beliau semakin menyayangi mereka pada hari Asyura atau 10 Muharram.

Di hari tersebut, Rasulullah saw. menjamu dan memberikan sedekah tak hanya untuk anak yatim, melainkan juga keluarganya. Amalan yang dikerjakan Rasulullah pada Hari Raya Anak Yatim ini diibaratkan sebagai pembuka keberkahan hingga setahun penuh.

Oleh karena itu, umat muslim senantiasa meneladani Rasulullah untuk turut menyantuni anak yatim pada 10 Muharram. Adapun selain menjamu dan bersedekah kepada anak yatim, terdapat sejumlah amalan lain yang dapat dilakukan oleh umat Islam.

Sebenarnya, Idul Yatama ada dalam ajaran Islam secara syar'i. Hari Raya Anak Yatim alias Lebaran Anak Yatim hanyalah ungkapan yang dipakai masyarakat, utamanya umat Islam, untuk menggambarkan kebahagiaan anak yatim. Hal ini karena pada hari Asyura (10 Muharam), anak yatim mendapat kasih sayang berlimpah dari orang-orang.

Anak Yatim, 10 Muharram mengandung banyak keutamaan lain. Hal ini tidak lepas dari keistimewaan bulan Muharram sebagai bulan yang dimuliakan oleh Allah Swt. Lalu, apa saja amalan yang dianjurkan pada Hari Raya Anak Yatim?

1. Puasa

Amalan sunah yang dianjurkan dikerjakan pada 10 Muharam utamanya ialah puasa Asyura. Anjuran puasa pada 10 Muharam ini tertuang dalam sabda Rasulullah yang dikutip dari kitab Tanbihul Ghafilin bi-Ahaditsi Sayyidil Anbiyaa-I wal Mursalin.
Berdasarkan hadis Nabi Muhammad saw., umat Muslim yang berpuasa pada 10 Muharram akan diberikan seribu pahala malaikat dan pahala 10.000 pahala syuhada’ oleh Allah Swt.

Karenanya, untuk meraih keutamaan di hari Asyura, umat Islam dapat menunaikan ibadah puasa. Dikutip dari NU Online, bagi umat yang berpuasa pada hari Asyura kelak akan diberi minum segelas air yang tidak akan memberi haus lagi setelah meminumnya di hari kiamat nanti.

2. Sedekah

Sedekah juga termasuk sebagai amalan sunah yang dianjurkan dilakukan pada hari Asyura atau Hari Raya Anak Yatim. Hal ini dijelaskan melalui hadis Rasulullah saw. berikut.

Artinya: “Orang yang melapangkan keluarganya pada hari Asyura’, maka Allah akan melapangkan hidupnya pada tahun tersebut,” (HR At-Thabarani dan Al-Baihaqi).

3. Membaca Surah Al Ikhlas

Sebagaimana yang dilakukan Syekh Abdul Hamid dalam kitab Kanzun Naja was Surur Fi Ad'iyyati Tasyrahus Shudur, amalan sunah di 10 Muharam salah satunya ialah membaca surat Al-Ikhlas. Berikut redaksi anjurannya.
"Ada sepuluh amalan di dalam bulan ‘asyura, yang ditambah lagi dua amalan lebih sempurna. Puasalah, salatlah, sambung silaturrahim, ziarah orang alim, menjenguk orang sakit dan celak mata. Usaplah kepala anak yatim, bersedekah, dan mandi, menambah nafkah keluarga, memotong kuku, membaca surat al-Ikhlas 1000 kali."

4. Menjenguk Orang Sakit

Terdapat keutamaan bagi umat Islam yang menjenguk orang sakit pada hari Asyura. Amalan ini diibaratkan seperti telah menjenguk seluruh anak cucu nabi Adam yang sakit.
Saya mengenal ibu Mimis melalui Pak Aristides Katoppo, ketika diundang berbuka puasa di rumahnya. Sebelumnya, saya mewawancarai  Pak Aristides Katoppo, ketika saya sedang menulis buku: " Butir- Butir Padi B.M.Diah (Tokoh Sejarah yang Menghayati Zaman), Jakarta: Pustaka Merdeka, 1992. Lihat: "Perjuangan di Tiga Zaman," oleh Aristides Katoppo, halaman 353- 356.
Pak Aristides Katoppo telah tiada, tetapi ibu Mimis masih mengingat saya. Pada hari Minggu, 03 Maret 2024, saya diundang ke rumahnya.

Saya pun dihadiahi oleh ibu Mimis sebuah buku berjudul: "Panggil Saya Bokap." Editornya, Eka Budianta dan diterbitkan "Kosa Kata Kita," Maret 2020. Buku setebal 200 halaman itu, di halaman  48- 50, terdapat tulisan saya berjudul: " Selamat Jala, Wartawan Senior Aristides Katoppo."
Saya pernah menulis  di blog  saya: 

*Peringatan Hari Lahir Aristides Katoppo Itu Batal Setelah Merebaknya Virus Corona* 

 _Oleh Dasman Djamaluddin_ 

Sebelum tanggal 14 Maret 2020 muncul  undanan via WAG yang mengundang saya agar menghadiri acara hari lahir almarhum Aristides Katoppo. Tidak lama kemudian, karena bertambah merebaknya virus Corona atau Covid -19, istri almarhum, Sasmiyarsi Sasmoyo meralat undangan tersebut, " acara dibatalkan."

Tidak hanya keluarga besar almarhum Aristides Katoppo yang dibatalkan, tetapi juga acara warga negara di Indonesia lainnya banyak yang dibatalkan. Merebaknya Covid-19 di Indonesia sudah tentu mencemaskan. Hampir setiap hari korban yang meninggal dunia dan yang sakit bertambah. Banyak yang bertanya, kapan ya, suasana seperti ini berlalu?

Aristides Katoppo merupakan wartawan senior kelahiran Tomohon, Sulawesi Utara, yang lahir pada 14 Maret 1938.

Dia selama ini dikenal sebagai wartawan senior harian Sinar Harapan/Suara Pembaruan dan pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Untuk memperingati hari lahir almarhum yang meninggal dunia di umur 81 tahun karena sakit pada hari Minggu, 29 September 2019  siang di Rumah Sakit Abdi Waluyo, keluarga besar telah menyusun sebuah buku: "Panggil Saya Bokap," sebuah Dokumentasi Keluarga Aristides Katoppo (1938-2019) (Jakarta: Penerbit Kosa Kata Kita, 2020).

Karena sejak awal ingin membacanya, saya meminta kepada Ibu Sasmiyarsi Sasmoyo mengirimkan bukunya. Hal itu tidak mungkin dipenuhi karena dalam suasana merebaknya Covid-19. Akhirnya isteri almarhum mengirim soft copy buku melalui WAG.

Buku ini diawali "Sekapur Sirih," dari Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Purn) Agus Wijoyo dan Prolog Eka Budianta, berjudul: "Ketika Bokap Gugur." Ada juga tulusan, antara lain, Basuki Tjahaya Purnama, Ganjar Pranowo, Ishadi SK dan Goenawan Mohammad. 

Tulisan saya berada di halaman 48-50 buku tersebut yang diambil dari Kompasiana, Minggu, 6 Oktober 2019, berjudul: "Selamat Jalan Wartawan Senior Aristides Katoppo." Saya menulis:

"Minggu, 29 September 2019, saya menerima kabar duka datang dari dunia jurnalistik Indonesia. Jurnalis senior yang juga salah satu pendiri Aliansi Jurnalis Independen, Aristides Katoppo dikabarkan meninggal dunia pada hari ini, Minggu, 29 September 2019, sekitar pukul 12.05 WIB.

Kabar meninggalnya eks wartawan senior "Sinar Harapan" atau "Suara Pembaruan" itu disampaikan sejumlah akun di laman Twitter, Minggu siang.

"Telah berpulang ke rumah Bapa di surga, eks wartawan senior Sinar Harapan/Suara Pembaruan dan pendiri AJI (Aliansi Jurnalis Independen) *Aristides Katoppo* pada hari Minggu 29 September 2019, sekitar pk 12:05. (Info dr Ign Haryanto) #RIPAristidesKatoppo," tulis Komisaris Utama PT Adhi Karya (Persero), Fadjroel Rachman di akun Twitternya @fadjroeL.

Saya yang baru saja menerima langsung WA dari Nurman Diah, langsung teringat sebuah kenangan pada hari Senin, 11 Juni 2018, ketika memenuhi undangan keluarga Aristides Katoppo untuk berbuka puasa di rumahnya.

Dalam pikiran saya, banyak wartawan atau mantan wartawan yang hadir di rumahnya. Ternyata, keluarga memang tidak mengundang wartawan yang lain, selain beberapa orang, termasuk diri saya.

Selain saya, ada seorang anak muda bernama Iwan Setiawan. Ia sering menulis buku, beragama Budha. Mengapa saya sedikit membicarakannya tentang agama? Karena Aristides Katoppo dan isteri, Samiyarsi Katoppo Sasmoyo (Mimis) mengundang saya berbuka puasa, beragama Kristen.

Jadi secara tidak langsung terciptalah kerukunan beragama di rumah keluarga besar Aristides Katoppo.

Di usia 80 tahun, Aristides masih ingat dengan saya. Bagaimana dahulu pertama kali saya mewawancarai beliau untuk mengisi buku yang saya tulis: "Butir-Butir Padi B.M.Diah, Tokoh Sejarah yang Menghayati Zaman" (Jakarta: Pustaka Merdeka, 1992). 

Ia pun masih ingat, saya dulu dan Aristides pergi ke Bogor dalam membantu menyusun buku yang saya sunting: "Gunawan Satari, Pejuang, Pendidik dan Ilmuwan" (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994). 

Lebih saya kagum, Aristides di usianya ke 80, ia masih ingat tentang buku saya; "Saddam Hussein Menghalau Tantangan," yang diterbitkan oleh Aristides tahun 1998. Buku ini diterbitkan atas kerjasama saya dengan Kedutaan Besar Irak di Jakarta.

Memang buku ini merupakan hasil perjalanan saya ke Irak, di bukan Desember 1992, atas undangan Kementerian Penerangan Irak. Buku ini pun akhirnya memperoleh penghargaan dari Kantor Sekretaris Presiden Republik Irak pada 24 Juni 1998.

Ia yang sangat sibuk hilir mudik menanyakan tentang persiapan untuk berbuka puasa dan makan sahur, bagi kami yang kerja hingga malam, bahkan menjelang sahur.

Minimal pembicaraan Aristides tentang Papua sedikit mengingatkan saya tentang berbagai hal yang berkembang di Papua, baik semasa kuliah di sana, maupun awal-awal sejarah Papua ke pangkuan RI. 

Bahkan Aristides banyak menambah pengetahuan saya, di saat-saat Presiden RI Soekarno bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Kennedy. Usaha Uni Soviet yang juga ingin masuk ke Papua.

Kerukunan beragama yang saya alami di Rumah Aristides Katoppo, sudah lama saya saksikan ketika bergabung dengan Kelompok Harian "Kompas," baik semasa saya di Jakarta tahun 1989 maupun di Kelompok Harian Kompas di Palembang yang sudah tentu mengingatkan akan figur Valens Goa Doy. 

Ia yang sangat sibuk hilir mudik menanyakan tentang persiapan untuk berbuka puasa dan makan sahur, bagi kami yang kerja hingga malam, bahkan menjelang sahur.

Seperti saya yang sering berurusan dengan berita luar negeri, karena perbedaan waktu yang sangat jauh antara misalnya di Amerika Serikat dengan Indonesia.

Berarti dengan pengalaman saya berbuka di rumah Aristides Katoppo, ternyata di antara kita, memaknai kerukunan antar ummat beragama sudah kami praktikkan sejak lama.

Itu belum lagi dikaitkan dengan pengalaman saya bergabung dengan Majalah "Topik," tahun 1982 dan Harian "Merdeka," tahun 1992, kedua penerbitan ini tergabung dalam Kelompok Harian Merdeka pimpinan seorang nasionalis tulen Burhanudin Mohamad Diah atau namanya populer dengan singkatan B.M.Diah.

Selamat jalan wartawan senior, Aristides Katoppo..
Saya juga dikirimi foto dari Endro Markam, seorang anak muda enerjik yang sempat berbincang-bincang lama dengannya di acara tersebut.

Endro Markam mengirimi foto Ibu Mimisndan "Sursuran."

Bersama pakar Gastronomi - Tante Mimies Aristides Katoppo, membedah sejarah Bubur Sura dan rempah-rempahnya.



Postingan populer dari blog ini

Sepenggal Perjalanan Hidup

SENGKETA PWI, APA TIDAK MUNGKIN DISELESAIKAN KARENA ADA DUGAAN UNSUR "KORUPSI" ?